
Judul Buku: Kuantar Ke Gerbang
Penulis : Ramadhan K.H
Penerbit: Bentang Pustaka
Tebal buku: 432 Halaman
Cetakan : 2011
Penulis : Ramadhan K.H
Penerbit: Bentang Pustaka
Tebal buku: 432 Halaman
Cetakan : 2011
Pepatah kuno mengatakan di balik kesuksesan seorang laki-laki, terdapat perempuan kuat yang selalu mendukung, menyemangati, memantulkan semangat, menebar kasih sayang tiada tara. Sebuah peran yang nyaris tidak kelihatan. Namun, sesungguhnya sangat besar pengaruhnya bagi karir sang lelaki. Pedih hati yang mendalam dirasakan Habibie begitu Ainun dipanggil menghadap sang Ilahi. Seolah hidup terasa sendiri. Habibie menggambarkan keberadaan Ainun sebagai belahan jiwa yang serasa tetap ada, walau Ainun telah hidup dalam dunia yang berbeda.
Dongeng cinta yang rajut Ibu Inggit Ganarsih dengan Bung Karno juga menghadirkan sumber ilham bagi kita. Kedalaman cinta kasih yang tak terperi. Cinta yang selalu memberi setulus hati tanpa batas waktu. Adalah cahaya bagi keagungan cinta yang patut kita tauladani kisahnya. Kita petik hikmah nilai yang terukir.
Untaian kisah yang mengalun dalam drama cinta Inggit dan Bung Karno mempertautkan begitu dekatnya cinta sebagai anugerah maupun cinta sebagai misteri. Cinta datang dan pergi tanpa pernah kita ketahui atau kita rencanakan sebelumnya.
Hampir 20 tahun Inggit mendampingin Bung Karno dalam tiap derap langkah. Dalam suasana suka dan duka yang mendalam. Dalam tangis, tawa, kesengan dan kekurangan yang melanda. Namun, biduk cinta yang mereka bangun kandas diterpa ombak, sebelum sampai pada pelabuhan terakhir.
Keduanya, menjalani masa bersama yang panjang. Berpondasikan cinta dan cita-cita kemerdekaan. Tetapi, takdir berkehendak lain, sebelum puncak cita-cita kedua anak manusia tersebut harus berpisah. Layu sebelum berkembang menjadi bunga indah nan menawan.
Novel “kuantar ke gerbang” adalah sebuah kisah keangungan cinta Inggit pada Bung Karno. Cinta yang merelakan, memberi jalan, cinta yang penuh dengan keteduhan, keikhlasan yang tak terbatas. Bagaimana tidak, hampir dari separuh prestasi Bung Karno adalah jasa besar dari Inggit. Inggit dengan penuh pengorbanan merelakan diri menafkahi keluarga hingga mencarikan biaya kuliah Bung Karno sampai lulus. Semasa masa pergerakan kemerdakan, penahanan pertama di Penjara Banceuy, Penjara Sukamiskin, masa pembungaan di Ende dan Bengkulu. Inggit tidak pernah mengeluh menemani Bung Karno yang lebih tua.
Sewaktu di penjara berbagai hal yang diminta Bung Karno selalu dipenuhi Inggit. Dari sekadar makanan, uang receh untuk sipir penjara, koran-koran sarapan Bung Karno hingga Buku-Buku yang diinginkan. Semuanya terpenuhi, tanpa Bung Karno memikirkan bagaimana Inggit mencari uang. Tidaklah berlebihan bila S.I Poerdisastra menyebut bahwa separuh dari prestasi Bung Karno dapat didepositkan atas nama rekening Inggit dalam “Bank Jasa Nasional Indonesia”.
Inggit bagi Bung Karno tidak hanya seorang istri, melainkan juga seorang teman, kekasih, kawan dan sahabat. Yang selalu bisa menempatkan dirinya pada saat yang tepat. Bung Karno sendiri mengakui bahwa ia berutang besar pada Inggit. Utang budi yang tidak akan terbayar seumur hidupnya kepada Inggit.
Pengakuan tersebut disampaikan Bung Karno pertama kali pada 31 Desember 1932, pada saat beliau memperoleh kebebasaannya dari penjara Sukamiskin. Kedua, pada saat Kongres Indonesia Raya di Surabaya pada 2 Januari 1932 dan ketiga dalam autobiografinya yang ditulis Cindy Adam. Bung Karno menyebut Inggit sebagai tulang punggungnya dan tangan kanannya.
Inggit adalah potret perempuan yang menempat dan membentuk. Yang di dalam jiwanya bersumber mata air kasih sayang. Kasih sayang seorang Ibu yang tidak pernah berharap apa yang diberikan akan kembali. Ia tulus dan ikhlas memberi walau mungkin rasa sakit sangat pedih ia rasakan. Ketika Bung Karno menceraikannya pada tahun 1942, menjelang kemerdekaan RI.
Namun, Inggit adalah tipikal wanita penempa, penggodok yang rela dan teguh hatinya menemani Bung Karno merangkai cita-citanya. Mencapai Indonesia Merdeka. Ia abdikan hidupnya mencetak seorang pemimpin besar bangsa. Baktinya bukan hanya melahirkan Bung Karno, tetapi begitu besarnya perjuangannya untuk bangsa.
Ia adalah sosok yang sangat besar jasanya untuk negeri ini. Sosok perempuan yang mau menemani Bung Karno menggapai tapak-tapak mimpi. Dengan tanpa pamrih, ia merelakan waktu, hidup dan hartanya untuk dijual ataupun sekadar digadaikan selain untuk keperluan hidup sehari-hari. Melainkan juga dipergunakan untuk biaya perjuangaan dan kegiatan politik Bung Karno. Perjuangan dan politik pemimpin besar bangsa, pendiri Indonesia.
Darmanya sangat besar bagi lahirnya sosok Bung Karno. Yang bertaut erat dengan lahirnya bangsa ini. Tidak ada istri Bung Karno yang betul-betul tahu dengan Bung Karno. Istri yang setia menemani masa muda Bung Karno yang berkobar-kobar semangat menghendaki cita-cita agung kemerdekaan. Istri yang berjalan seiring langkah sewaktu Bung Karno hendak masuk pada gelanggang perjuangan. Istri yang bersedia membiayai setiap impiaanya. Inggit adalah cahaya terangnya jalan Bung Karno menjadi tokoh besar. Inggit dengan keluhuran budi pekertinya merupakan rahim bagi kelahiran bangsa Indonesia.
Peresensi: Ahan Syahrul, Pegiat pada Rumah Baca Cerdas Malik Fadjar Malang

Anda sedang membaca artikel tentang Bukan Jalan Bertabur Bunga dan anda bisa menemukan artikel Bukan Jalan Bertabur Bunga ini dengan url http://dwiwahyufebrianto.blogspot.com/2011/08/bukan-jalan-bertabur-bunga.html, Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Bukan Jalan Bertabur Bunga ini sangat bermanfaat bagi teman-teman Anda, namun jangan lupa untuk meletakkan link postingan Bukan Jalan Bertabur Bunga sebagai sumbernya.
0 komentar:
Posting Komentar